Entri Populer

Minggu, 23 Januari 2011

Sembilan Kejanggalan Kasus Antasari yang harus dipertanyakan

Medan 
- Langit mendung masih terus menggelayut di bumi Nusantara. Semboyan para penegak hukum, “Keadilan harus ditegakkan meskipun langit runtuh!” (dari frase Latin, “Fiat justitia, ruat coelum”) akan diucapkan oleh dua orang berlawanan: yang satu dari dalam keteguhan hatinya (yang tulus), dan yang lain dari mulut dan kekuatan ("vulus"), ya uang ataupun kepentingan lainnya. Rakyat bingung tentang penegakkan hukum di negara hukum kita. 

Seperti pemberitaan umumnya, Antasari Azhar diduga bekerja sama dengan pengusaha Sigid Haryo Wibisono untuk membunuh Nasrudin Zulkarnaen, direktur PT Rajawali Putra Banjaran dengan alasan yang belum jelas. Antasari menolak semua tuduhan termasuk perselingkuhan yang menjadi motif utama pembunuhan tersebut dan mengaku tetap setia kepada Ida Laksmiwati yang telah menjadi istrinya selama lebih dari 26 tahun. 

Statusnya sebagai tersangka membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 4 Mei 2009 memberhentikannya sementara dari jabatannya sebagai ketua KPK. Antasari pun didakwa dengan hukuman mati dan divonis penjara selama 18 tahun pada sidangnya yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tanggal 11 Februari 2010. 

Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Herry Swantoro menyatakan, semua unsur sudah terpenuhi antara lain, unsur barang siapa, turut melakukan, dengan sengaja, direncanakan, dan hilangnya nyawa orang lain.  Majelis hakim menyatakan perbuatan terdakwa sudah memenuhi unsur Pasal 55 KUHP sehingga majelis hakim tidak sependapat dengan pledoi terdakwa dan kuasa hukumnya. Atas vonis tersebut, Antasari merencanakan akan mengajukan banding dengan hasil putusan dissenting opinion: dua Hakim Agung menguatkan putusan dan satu hakim Agung tidak sepakat Antasari dihukum.  


Sembilan Kejanggalan 

Pertama, motif pembunuhan direktur PT. PT. Rajawali Putra perlu diperdebatkan secara serius. Betapa pun ada komunikasi Antasari Azhar dengan Rani, sehebat apa Rani menjadi begitu istimewa.

Kedua, perlakuan terhadap Rani selama tahapan penyelidikan dan penyidikan menimbulkan banyak kontroversi. Rani diproteksi secara berlebihan oleh Kepolisian dan menimbulkan tanya di tengah masyarakat.
Ketiga, dakwaan terhadap Antasari Azhar yang disampaikan jaksa Cirus Sinaga, selain membingungkan Antasari Azhar sesama bekas korps Kejaksaan, dakwaan oleh Cirus Sinaga menjadi babak keanehan tersendiri. Tanggal 8 Oktober 2009, Antasari menyatakan tidak memahami dakwaan Jaksa. Cirus menjawab, "Secara gamblang bahwa yang didakwakan kepada terdakwa adalah perbuatan melakukan pembujukan bersama-sama dengan Sigid Haryo Wibisono dan Kombes Pol. Wiliardi Wizar untuk melakukan pembunuhan menghilangkan nyawa korban Nasrudin Zulkarnaen. Adapun orang yang dibujuk saksi Eduardus Ndopo Mbete," jelas Cirus.

Keempat, manipulasi seksualitas Rani-Antasari, dianggap bahkan melampaui batas kepatutan di sebuah persidangan dengan tanpa manfaat hukum, kecuali pemburukan citra calon terdakwa untuk mendapat pengaminan publik.

Kelima, penarikan BAP oleh Pelaku di Lapangan Eduardus Ndopo Mbete.

Keenam, penarikan BAP oleh Kombes Wiliardi Wizard. Hari Selasa (10/11/2009), ia memutuskan untuk mencabut semua pernyataannya di BAP karena itu semua dibuat atas dasar rekayasa penyidik polisi. “Saya nyatakan semua BAP tidak berlaku. Yang (akan) kami pakai adalah BAP tanggal 29 April 2009 dan 30 April 2009 dan yang (kami) katakan di sini,” kata Williardi mengawali kesaksiannya. Pernyataan lainnya, sehari sebelumnya, “Malam ini juga saya siap disumpah mati kalau saya menugaskan itu, saya siap disumpah mati karena ini demi keluarga saya. Tidak ada perintah dari saya kepada mereka untuk menghabisi orang itu (Nasruddin),” kata Williardi di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin (9/11/2009).

Ketujuh, bila hakim berkeyakinan akan tindakan Antasari Azhar, maka hukumannya seharusnya  Penjara Seumur Hidup karena tingkat kejahatan, penyertaan dan konspirasi oleh pejabat negara. Dihukum 18 tahun “saja”, mestinya mengherankan dari sudut pandang dan alasan hakim yang menjatuhkan vonis.

Kedelapan,  banding pada tingkat Mahkamah Agung, adanya dissenting opinion. Dari tiga hakim, satu yang menghendaki Antasari dibebaskan.

Kesembilan, adanya dugaan konspirasi dalam kasus Antasari Azhar mestinya mendapat perhatian SATGAS Mafia Hukum. Masyarakat (mestinya) terkejut dan bertanya, bila menyadari kalau Satgas Mafia Hukum tampak membiarkan dan tidak melakukan apapun untuk membela hak-hak hukum Antasari. Seluruh kejanggalan menimbulkan kejanggalan-kejanggalan lainnya dengan sendirinya. 

Ketika hari Senin (3/1/2011) Antasari dipindahkan ke Lapas Cipinang, Jakarta, seluruh proses hukum atas dirinya menjadi bagaikan awan pekat berarak menuju gerbang-gerbang penegakkan hukum dalam benak saya. Antasari Azhar, tentu  bukan malaikat seperti sebagian kita. Tetapi, ia tidak patut dihukum untuk sebuah perkara yang mestinya ditertawakan masyarakat. 

Tetapi sukses perapihan perkara ini sebagai suatu kriminal, hanya "bersih" untuk masyarakat kebanyakan. Bagi praktisi hukum (mestinya), segala proses ini telah menjadi sebuah tragedi hukum, bagi mereka yang memiliki common-sense. Pernah menjadi seorang mantan Jaksa berprestasi, Ketua KPK yang disegani, tiba-tiba menjadi pesakitan. Jenis keadilan seperti apa yang sedang kita tegakkan, jika langit benar-benar runtuh? (tian43a)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar