Entri Populer

Minggu, 23 Januari 2011

Bersaksi tapi Tidak Disumpah apakah bisa di percaya semua ucapan Hari Tanoe

medan - Kesaksian Hari Tanoesodibjo dalam persidangan atas kasus sengketa kepemilikan saham.  PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) tidak seperti kesaksian pada persidangan umumnya.

Kesaksian Hari pada sidang yang di gelar Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat itu tidak berada di bawah sumpah. Pasalnya, kuasa hukum Siti Hardiyanti Rukmana, Harry Ponto, menilai bahwa saksi tersebut merupakan pihak yang turut menandatangani perjanjian investasi antara TPI, Siti Hardiyanti serta BKB.

Pada sidang yang mengagendakan keterangan saksi itu, pihak PT Berkah Karya Bersama (BKB) menghadirkan Bos MNC Group Hary Tanoeseodibjo untuk bersaksi, Hari selaku Komisaris TPI dalam kesaksiannya mematahkan gugatan pihak Siti Hardiyanti Rukmana Cs.

"Kami keberatan. Investment agreement antara Berkah (BKB), Ibu Tutut dan TPI itu ditandatangani oleh saksi (Hari)," kata Harry Ponto, dalam persidangan di PN Jakpus, Kamis (20/1).

Dengan pernyataan tersebut, kuasa hukum Tutut tetap meminta untuk ada sumpah dalam kesaksian Hari, Harry menjelaskan, bahwa PT. BKB sendiri masih kepanjangan tangan dari saksi Hary Tanoe.

Setelah mendengarkan alasan kuasa hukum Tutut, akhirnya, Tjokorda Rae Suamba selaku majelis hakim yang memimpin sidang memutuskan Hari Tanoe tidak disumpah, namun keterangannya tetap diambil.

Dalam kesaksiannya, Hary Tanoe, menyatakan bahwa tindakan BKB mengambil alih 75 persen saham Siti Hardiyanti alias Tutut di TPI karena adanya perjanjian investasi tertanggal 23 Agustus 2002. Ia mengaku bahwa pihaknya berhasil menyelesaikan segala utang termasuk pajak PT TPI, yang saat itu nilainya dibatasi berdasarkan kesepakatan sebesar USD 55 juta.

Berdasarkan perjanjian itu, menurutnya,  telah disepakati bahwa BKB dapat mengambil alih 75 persen saham milik Tutut sebagai salah satu mekanisme penyelesaian utang piutang itu. Apalagi, sambungnya, terdapat surat kuasa mutlak (power of attorney) yang diberikan Tutut kepada BKB untuk menyelesaikan utang itu. "Surat kuasa itu tak terbatas, yang memungkinkan juga untuk menjual TPI," jelasnya.

Sebelumnya, pihak Tutut menghadirkan saksi ahli hukum korporasi, Erman Rajagukguk, yang menyatakan bahwa surat kuasa mutlak sekalipun bisa dicabut kembali. Bahkan tak bisa dipakai untuk kepentingan yang lain apabila perintah pokoknya sudah pernah dilaksanakan.

Hal ini terkait dalil Tutut yang menilai bahwa surat kuasa yang dipegang BKB tertanggal 3 Juni 2003sudah dicabut berdasarkan surat tertanggal 16 Maret 2005. Oleh sebab itu, PT. BKB tidak berhak menggunakannya untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tertanggal 18 Maret 2005. Dalam RUPSLB tersebut, BKB dengan memegang Surat Kuasa (Power of Attonery) tertanggal 3 Juni 2003 melakukan perubahan jajaran direksi TPI sesuai tertuang Akta No.16 dan No.17.

Melalui RUPSLB 18 Maret 2005 pihak BKB juga  mengklaim untuk melaksanakan perjanjian invesmnet agreement tertanggal 23 Agustus 2002 antara BKB dengan mbak Tutut dengan melakukan rektrukturasi TPI dan mengkonversi utang Tutut menjadi  75% saham TPI.

Sekadar mengingatkan perkara ini sendiri diajukan oleh Tutut terhadap PT. Berkah Karya Bersama dan pengelola sisminbakum PT. SRD . Selain itu, beberapa pihak juga dimasukan sebagai turut tergugat, seperti TPI, lalu Kementerian Hukum dan HAM. Tutut menilai 75 persen sahamnya diambil secara tidak patut oleh BKB.

BKB dituding menggunakan surat kuasa pemegang saham yang tidak berlaku lagi dalam melakukan RUPSLB TPI tertanggal 18 maret 2005 terkait pengambilallihan saham. Di sisi lain, Tutut sendiri telah memberitahukan RUPSLB tertanggal 17 Maret 2005 ke Depkumham yang dianggap lebih sah. Saat pemberitahuan dilakukan sistem administrasi badan hukum (sisminbakum) yang dikelola PT. SRD melakukan blokir terhadap Tutut. Makanya, ia mengajukan gugatan ini. (tian43a)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar