Entri Populer

Senin, 24 Januari 2011

Data Ketahanan Pangan Sumut Tidak Valid


Medan, Anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Sumatera Utara Brilian Moktar menilai, data ketahanan pangan di daerah itu tidak valid dan masih harus dipertanyakan.

“Data yang disampaikan kepada kami pada rapat dengar pendapat antara Komisi B dengan Badan ketahanan Pangan (BKP) tidak valid dan terkesan hanya untuk membuat gubernur senang seolah-olah visi-misi ‘rakyat tidak lapar’ sudah tercapai,” katanya di Medan, Senin.
Politikus PDI Perjuangan itu mengaku heran karena data yang diterima dari BKPSumut menunjukkan daerah itu mengalami surplus untuk semua kebutuhan pokok, mulai dari beras hingga cabai.
“Tapi kenyataannya tidak seperti itu, karena harga tidak pernah stabil dan rakyat masih banyak yang lapar. Bahkan cabai disebut-sebut salah satu penyebab 

Brilian Moktar

lonjakan inflasi dan harga beras bisa mencapai Rp10.500 per kg,” ujarnya.
Kondisi tersebut, menurut dia, tidak bisa diterima dan merupakan kesalahan dinas terkait.
Brilian Moktar yang juga Bendahara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut mengaku tidak sependapat jika semua persoalan bahan kebutuhan pokok di Sumut disebut akibat adanya “invisible hand” atau karena mekanisme pasar.
Melihat situasi iklim, perekonomian dan kebutuhan masyarakat, ia berharap BKP Sumut berperan sebagai “motor” dan menyampaikan persoalan sesungguhnya kepada satuan kerja perangkat daerah (SPKD) terkait.
Menurut Brilian Moktar, semua itu bisa terjadi karena tidak ada koordinasi yang baik di antara SKPD terkait. Lebih parah lagi, para kepala daerah sebagai pejabat yang memimpin langsung upaya-upaya mengatasi masalah ketahanan pangan justru tidak sadar bahwa mereka telah gagal.
Kasus banjir atau kemarau yang terjadi secara berlebihan di sejumlah negara, katanya, harus jadi kewaspadaan utama. Apalagi negara lumbung beras dunia seperti Thailand dan Vietnam berencana mengurangi ekspor beras mulai tahun ini, dan itu akan sangat membahayakan ketahanan pangan nasional.
Namun demikian, ia mengaku sangat gembira karena pada rapat dengar pendapat hari itu BKP Sumut dapat menerima usulan DPRD untuk merancang Rencana Induk Ketahanan Pangan Sumut dan kemudian segera diperdakan.
Menghadapi segala kemungkinan, terutama terkait apa yang mungkin terjadi pada 2012, ia meminta semua SKPD terkait bekerja keras kalau tidak ingin menjadi pihak yang disalahkan jika terjadi sesuatu terkait ketahanan pangan.
Wakil gubernur dan sekretaris daerah diminta segera mengumpulkan SKPD terkait untuk berkoordinasi membahas ketahanan pangan termasuk terkait rencana Thailand dan Vietnam untuk tidak lagi mengekspor beras mulai tahun ini.
Koordinasi
Sependapat dengan Brilian Moktar, anggota Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Sumut Dadang Darmawan mengatakan, segala persoalan terkait ketahanan pangan di daerah itu lebih karena tidak adanya koordinasi antarinstansi terkait.
Pemerintah, menurut dia, tidak mampu mengkoordinasikan instansi terkait dalam menciptakan ketahanan pangan, karena memang sulit dikoordinasikan.
“Tidak satu pun kebijakan ketahanan pangan yang lahir melalui koordinasi,” ujar staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) itu.
Karenanya, menurut dia, DKP Sumut mendesak kepala daerah untuk mengambil langkah-langkah konkret untuk mengajak partipasi semua instansi terkait.
“Selama ini tidak ada koordinasi dan kepala daerah justru tidak peduli dengan masalah ketahanan pangan. Karenanya omong kosong jika ada kepala daerah yang berkoar-koar soal ketahanan pangan di daerahnya,” katanya.
Terkait data yang menyebutkan Sumut surplus bahan pangan, menurut Dadang Darmawan, kelemahannya pemerintah tidak punya kemampuan membeli gabah atau beras ketika surplus terjadi.
Surplus tidak menjadi keuntungan apa pun karena tidak bisa dikelola dengan baik. “Jadi, meski surplus, kita tetap mengimpor dan itu wajar karena pemerintah memang peduli dan tidak mampu mengelola surplus,”(tian43a)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar